Rabu, 16 Desember 2009

martha tilaar group

Martha Tilaar Group (MTG)
Meliputi : profil, sejarah martha tilaar, produk-produk martha tilaar

DR (H.C.) Martha Tilaar, Ibu Martha Tilaar lahir di Gombong-Kebumen, Jateng, 4 September 1937. Dia menjalani hidup dengan penuh keajaiban kuasa Tuhan. Pernah ‘divonis’ mandul, namun melahirkan anak pertama di usia 42 tahun setelah 16 tahun menikah. Dia pun membangun imperium industri jamu dan kosmetika berkelas dunia, bermula dari grasi rumah ayahnya. Dari sebuah salon kecantikan sederhana, berkembang menjadi Martha Tilaar Group (MTG), sebuah grup usaha industri jamu dan kosmetika dengan produk merek dagang Sariayu Martha Tilaar. Grup usaha ini memayungi 11 anak perusahaan dan mempekerjakan sekitar 6.000 karyawan.
Istri pendidik Prof. Dr. H.A.R Tilaar, ibu dari empat orang anak Bryan Emil Tilaar, Pinkan Tilaar, Wulan Tilaar, Kilala Tilaar dan nenek dari beberapa orang cucu, ini menyempatkan diri mengambil kuliah kecantikan dan lulus dari Academy of Beauty Culture, Bloomington, Indiana, AS, saat mengikuti suami tugas belajar. Dia telah membuat kecantikan dan keayuan wanita Indonesia selalu terpelihara. Lulusan Jurusan Sejarah Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta tahun 1963, ini resmi mendirikan badan usaha pada tahun 1971.
Peraih gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) dalam bidang “Fashion and Artistry” dari World University Tuscon, Arizona, AS tahun 1984, ini memulai operasi bisnisnya dari titik nol. Bermula di garasi rumah ayahnya Yakob Handana, terletak di Jalan Kusuma Atmaja No. 45 Menteng, Jakarta Pusat. Martha, yang semasa kecilnya dikenal sebagai gadis tomboy dan ‘elek’ mendirikan sebuah salon kecantikan sederhana “Martha Salon”, persis pada 3 Januari 1970, di sebuah ruangan berukuran 6 x 4 meter. Di sini ia sekaligus membuat pula produk-produk kecantikan dari bahan alam.
Titik-picu 1987
Cerita lebih lanjut mengenai keberhasilan Martha Tilaar menjadi pengusaha papan atas, yang tetap komit mencintai produk dalam negeri demi membangun kemandirian bangsa khususnya di bidang jamu dan kosmetika, memulai titik-picu yang sesungguhnya pada tahun 1987. Ketika itu secara cerdik dan unik ia mempopulerkan “Senja di Sriwedari” sebagai trend tata rias baru, sebuah ide yang diilhami oleh kekayaan alam dan budaya Indonesia.
Sejak itulah Martha Tilaar selalu mempersuntingkan nama tempat dan unsur budaya suatu daerah, yang lalu dipadukan dengan trend busana daerah, ke setiap produk Sariayu Martha Tilaar. Sariayu berhasil tampil sebagai trendsetter tata rias wajah wanita Indonesia. Martha Tilaar memang sangat menghargai produk dalam negeri, seperti busana misalnya. Buktinya, saban hari ia selalu lekat dengan busana buatan dalam negeri. Ia kerap menggunakan kebaya, batik, atau berbagai busana daerah Indonesia.
Pemerhati tata rias sangatlah paham benar akan apa yang disebut dengan konsep Gaya Warna Disainer (1998) sebuah tata rias yang mengambil unsur budaya Jawa Barat dan Kalimantan, Sumatera Bergaya (1989) dari Sumatera, Puri Prameswari (1990) mengambil dari etnik Cirebon dan Bali, Senandung Nyiur (1991) dari Pantai Indonesia, Riwayat Asmat (1992) dari Irian Jaya/Papua, Rama-Rama Toraja (1993), serta konsep-konsep dari berbagai daerah lain seperti Banda/Ambon, Jakarta, Aceh. Dan, puncaknya adalah trend warna Pusako Minang dari Minangkabu.
Berdasarkan strategi pendekatan etnik Martha Tilaar berhasil menjalin hubungan emosional dengan konsumen, bahkan berhasil menyelamatkan biduk bisnisnya dari hantaman krisis ekonomi. Sebab dengan konsep baru itu Martha Tilaar berhasil meraih penjualan besar bahkan bisnisnya pernah bertumbuh hingga 400 persen.
Perjalanan bisnis Martha Tilaar tidak selamanya mulus. Ia pernah mengalami jatuh-bangun atau pasang-surut usaha. Pernah, suatu ketika, bendera usaha Martha Tilaar sudah sedang berkibar orang masih saja memandangnya sebelah mata. Maklum, produk jamu kosmetika Sariayu Martha Tilaar sangat identik sekali sebagai produk lokal. Orang tahunya demikian saja tanpa mau mengenal bahwa produk Martha Tilaar sesungguhnya sudah mendunia, berkualitas, dan bergengsi. Bahkan, Sariayu Martha Tilaar sudah menjadi sebuah ikon produk lokal yang mendunia. Sebagai misal, Sariayu Martha Tilaar memiliki produk kosmetika berkelas Biokos, Belia, Caring Colours, Professional Artist Cosmetics (PAC), Aromatic, Jamu Garden dan lain-lain yang sudah terkenal sampai ke mancanegara.
Produk-produk itu dipasarkan di kantor-kantor pemasaran Martha Tilaar di luar negeri seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, bahkan ke Los Angeles, AS. Ditambah di Paris, Perancis ia memiliki sebuah laboratorium penelitian parfum. Martha Tilaar juga memiliki puluhan spa di luar negeri yang tetap menempelkan merek dagang Martha Tilaar. Seperti di Malaysia, bertempat di Crown Princess Kuala Lumpur pembukaan spa Martha Tilaar dihadiri oleh Permaisuri Agung Siti Aishah. Spa ini didirikan khusus untuk memenuhi banyaknya permintaan terutama pelanggan dari salon di City Square, Kuala Lumpur.
Kembali ke kisah bagaimana dahulu orang memandang Sariayu Martha Tilaar masih sebelah mata. Walau bergemilang sukses dan bersohor nama di negeri asing, Martha Tilaar justru pernah merasakan sebuah kepahitan di tanah air. Itu, terjadi tatkala ia hendak menyewa dan membuka gerai jamu dan kosmetika di beberapa mall dan plaza terkemuka di Jakarta, persis di pusat perkantoran dan rumah tinggal kalangan berduit. Ia ditolak menyewa tempat. ”Dulu kalau saya mau sewa tempat diusir. Mereka hanya mau menjual produk branded. Dibilang standar plazanya akan turun karena dianggap tidak ada image,” kata Martha Tilaar, yang dalam hidup tak pernah mau menyerah apalagi berputus asa.
Respon atas penolakan itu Martha Tilaar menyegerakan mendirikan Puri Ayu Martha Tilaar, sejak Mei 1995, sebagai gerai jamu dan kosmetika Sariayu sekaligus berfungsi sebagai pusat pelayanan konsumen. Gerai dan pusat pelayanan konsumen ini berada dalam bendera usaha PT Martha Beauty Galery. Gerai Puri Ayu Martha Tilaar pertamakali berdiri di Graha Irama, di kawasan elit Kuningan, Jakarta Selatan, lalu berkembang pesat memasuki kota-kota besar lain di Indonesia.
Investasi Riset
Martha Tilaar mempunyai komitmen tinggi membangun industri kosmetika. Ia investasi besar di bidang riset dan pengembangan (R&D). Ia mau mengirim staf ahli farmasinya belajar ke luar negeri, atau mengikuti berbagai pameran di luar negeri. Ia memiliki dua orang staf ahli farmasi bergelar doktor, sejumlah magister dan sarjana strata satu lainnya. Berdasar komitmen kuat itu Martha ingin menunjukkan kepada bangsa-bangsa di dunia bahwa Indonesia bisa unjuk diri dan tidaklah ketinggalan di bidang kosmetika dan tata rias.
R&D memberi hasil lain. Martha Tilaar perlahan-lahan berhasil mengurangi ketergantungan kandungan bahan baku impor, berganti dengan bahan baku lokal di setiap produknya. Hasil lain lagi, ini yang lebih mencengangkan, pada bulan Juli 2002 Sekjen PBB Kofi Annan mengundang Martha Tilaar hadir dalam forum Global Compact, di New York, AS.
Di forum itu para pengusaha yang diundang diminta mempromosikan praktik berbisnis yang baik dalam bidang hak asasi manusia, tenaga kerja, dan lingkungan, yang telah dipraktikkan. Tujuannya agar setiap pengusaha menempatkan masalah sumberdaya manusia, sumberdaya alam, lingkungan, dan hak-hak asasi manusia sebagai prioritas penanganan dunia usaha.
Ketika berbicara pada pertemuan Komite Pengarah Nasional Global Environment Facility (GEF)/Small Grant Program, di Jakarta, 5 Oktober 2004, Martha Tilaar kembali mengangkat ulang komitmennya yang tinggi terhadap produk lokal dalam nada berbeda. Martha sangat menyayangkan betapa produk-produk lokal yang selama ini diklaim sebagai warisan budaya, seperti rendang masakan Padang, atau songket kain dari Pelembang, itu ternyata sudah didaftar-patenkan oleh tetangga negeri serumpun Malaysia. Ia pun khawatir akan jamu, yang dari zaman kapanpun kita merasa itu milik kita, keburu dipatenkan pihak asing.
Keajaiban Tuhan
Martha agaknya menjadi salah seorang wanita Indonesia yang sangat diurapi Tuhan. Ahli obstetri dan ginekologi dalam dan luar negeri pernah memvonisnya mandul. Sudah 11 tahun menikah keinginan kuat untuk segera mempunyai anak tak kunjung terwujud. Dokter-dokter mancanegara di Skotlandia, Belanda, hingga Amerika Serikat rela ia kunjungi untuk berobat medis. Semua memberi kesimpulan vonis mandul kepada Martha.
Untung Martha mempunyai seorang nenek ahli membuat jamu, yang meminta diberi kesempatan mengobati kemandulan dengan jejamuan. Sang nenek, Ny. Pranoto dengan telaten dan penuh kasih sayang memberi jamu penyubur peranakan. Jamu itu diolah sederhana hanya direbus. Martha Tilaar yang berusia 37 tahun namun belum mempunyai anak, saat itu diurut dua kali seminggu dan diberi tapel. Tiba tepat pada usia 41 Martha Tilaar ketahuan tak mengalami masa haid. Ia tak datang bulan atau menstruasi. Ia melapor ke profesor dokter yang biasa memeriksanya, mengatakan sudah hamil sebab berhenti menstruasi. Profesor malah mengatakan kalau Martha tengah mengalami masa menopouse.
Hati Martha menjadi sedih dan menangis dalam perjalanan pulang ke rumah, sambil membayangkan wajah suaminya, Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, seorang akademisi dan tokoh pendidikan yang sangat senang terhadap anak. Pasrah saja, “Sesampainya di rumah saya langsung katakan pada suami bahwa saya sudah mandul, kalau mau kawin lagi silakan, tapi dengan hati hancur. Tetapi, suami saya mengatakan, jangan khawatir saya sudah mempunyai isteri kedua yaitu buku-buku,” kenang Martha, menjelaskan saat menjalani masa-masa pergumulan hidupnya yang terpenting.
Walau sedih Martha tak putus harapan. Ia berinisiatif memeriksakan diri ke laboratorium. Dan hasilnya positif hamil. Dokter tetap saja tak percaya. Ia disuruh menunggu lagi selama 120 hari untuk memperoleh kepastian. Maklum, saat itu belum ada pemeriksaan model ultrasonografi (USG). “Setelah 120 hari menunggu, saya diperiksa ternyata ada denyut jantung anak saya. Ini keajaiban Tuhan. Dia lahir cantik dan setelah kuliah dia lulus summa cum laude,” kata Martha, yang melahirkan anak pertama di usia 42 tahun lama menunggu setelah 16 tahun menikah.
Pada usia ke-46 tahun Martha kembali berkesempatan melahirkan anak kedua, hingga keluarga ini genap dikaruniai empat orang anak. Semuanya tumbuh cerdas dan pintar. Anak pertamanya yang berhasil lulus dengan predikat summa cum laude, di Amerika Serikat, itu membuat Martha menangis terharu karena merasa dirinya sampai saat itu bukanlah apa-apa.
Perjalanan bisnis Martha Tilaar agaknya tak juga lepas dari keajaiban pekerjaan tangan Tuhan. Walau pernah mengalami nyaris bangkrut, atau pecah kongsi, biduk usahanya tetap terpelihara baik. Tahun 1970 ia mendirikan salon kecil Martha Salon, di garasi rumah ayahnya sekaligus mencoba membuat produk-produk kecantikan dari bahan alam. Tak lama, dua tahun kemudian 1972 ia membuka salon kedua di Jalan Anggur No. 3 Cipete, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sambil memulai penggunaan merek dagang baru Sariayu Martha Tilaar, merek yang jika diartikan “Sarinya Wong Ayu”.
Menginjak tahun 1977 Martha Tilaar menjajaki kerjasama dengan Theresia Harsini Setiady, dari PT Kalbe Farma sekaligus pemiliknya. Mereka sepakat membuat perusahaan kosmetika dan jamu, namanya PT Martina Berto, dan meluncurkan Sariayu Martha Tilaar sebagai produk pertama. Pada 22 Desember 1981 PT Martina Berto membuka pabrik kosmetika pertama di Jalan Pulo Ayang, Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur diresmikan oleh Ny Nelly Adam Malik saat itu istri Wakil Presiden Adam Malik. Tahun 1983 Martha Tilaar mendirikan PT Sari Ayu Indonesia, khusus sebagai distributor produk kosmetika Sariayu Martha Tilaar. Tahun 1986 Martha Tilaar kembali membuka pabrik kedua, kali ini di Jalan Pulokambing II/1, masih di areal sama Kawasan Industri Pulogadung yang kali ini diresmikan oleh Ny. Karlinah Umar Wirahadikusumah, istri Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah.
Sepanjang tahun 1988-1995 PT Martina Berto berkesempatan mengakuisisi sejumlah perusahaan, seperti PT Kurnia Harapan Raya, PT Cempaka Belkosindo Indah, PT Cedefindo, PT Estrella Lab, dan PT Kreasi Boga. Kemudian, pada tahun 1999 Martha Tilaar beserta anggota keluarga berkesempatan membeli seluruh saham PT Kalbe Farma yang ada pada PT Martine Berto.
Sejak saat itulah Martha Tilaar dan keluarga menguasai sepenuhnya saham PT Martina Berto. Bersamaan itu dilakukanlah konsolidasi perusahaan digabungkan ke dalam Martha Tilaar Group. Anak perusahaan Martha Tilaar Group terdiri PT Martina Berto dan PT Tiara Permata Sari (sebagai pemanufaktur dan pemasar produk Sariayu Martha Tilaar, Biokos Martha Tilaar, Belia Martha Tilaar, Berto Martha Tilaar, Aromatic Oil Of Java Martha Tilaar, Dewi Sri Spa Martha Tilaar, Jamu Garden Martha Tilaar).
Kemudian, PT Cedefindo (pemanufaktur dan pemasar produk Rudy Hadisuwarno Cosmetics, Madonna), PT Cempaka Belkosindo Indah (pemanufaktur dan pemasar produk Mirabella dan Cempaka), PT Sari Ayu Indonesia (distributor semua produk PT Martina Berto dan PT Tiara Permata Sari, produk Cempaka Belkosindo Indah, kecuali produk Cempaka), PT Martha Beauty Gallery (perusahaan jasa untuk Martha Tilaar Salon, Martha Tilaar Salon & Day Spa, Cipta Busana Martha Tilaar, Art & Beauty Martha Tilaar, Puspita Martha Tilaar).
Anak Tomboy
Martha Tilaar yang memproduksi beragam jamu dan kosmetika untuk mempercantik wanita Indonesia, ternyata, pada masa mudanya adalah seorang wanita yang begitu tomboy dan bahkan ‘elek’.
Martha Tilaar sebagai bayi dilahirkan dalam keadaan fisik yang tidak begitu sehat. Sedang berada dalam kandungan, sang ibunda seringkali mengalami beragam masalah dengan kesehatannya. Seperti tidak mau melihat sinar matahari, tidak mau bergerak, dan terutama tidak mau makan karena perut terasa mual terus-menerus. Bayi Martha pun tumbuh tidak sehat sebab sering terserang peyakit. Tak kurang tersedia 13 orang dokter yang merawatnya.
Oleh Sang Ibu, sejak dini kepada Martha diajarkan cara hidup how to solve the problem. Martha dibekali beragam keterampilan seperti berjualan kecil-kecilan, disuruh menghitung uang, hingga memilih dan memastikan mana telur segar dan mana yang busuk. Sang Ibunda tetap saja dihinggapi rasa kekuatiran perkembangan Martha kecil akan lambat sebagai pengaruh kurang sehat selama dalam kandungan. Nyatanya Martha tumbuh menjadi anak yang sehat.
Martha Tilaar remaja adalah gadis yang tomboy. Tidak pernah bisa tinggal diam. Tingkah laku dan cara berpakaiannya seperti anak lelaki kebanyakan. Meski rumah eyangnya berpagar tinggi ia tetap saja bisa menyelinap keluar untuk pergi bermain layang-layang, menikmati pemandangan desa, atau menikmati sawah-sawah yang menghampar hijau. Ia bahkan tak ragu mencebur ke dalam sungai yang mengalir untuk berenang.
Kenakalannya sebagai anak-anak salah satunya adalah suka mencuri uang ibunya. Biasanya, uang itu digunakannya untuk jajan membeli makanan yang enak. Ketika aksinya ketahuan ibunya menasehati, jika ingin punya uang banyak untuk jajan Martha harus bekerja keras.
Nasehati itu dituruti benar. Bermodalkan uang jajan pemberian orangtua Martha kecil membeli jajanan di toko, seperti kacang, lalu dibungkusnya kecil-kecil untuk kemudian dijual kembali kepada teman-teman sekolah. Ia memperoleh uang jajan lebih jadinya. Demikian pula terhadap tanaman Sogok Telik dan Jali-jali Putih, yang tumbuh subur di tanah milik eyangnya, ia rangkai menjadi satu paduan yang bagus. Perhiasan berupa kalung dan gelang yang ia rangkai sendiri dari kedua jenis tanaman tadi, Martha jual kepada teman-temannya di sekolah. Kedua tanaman tersebut sangat bernilai dalam kehidupan masa kecil Martha.
Martha adalah anak yang paling ‘elek’ (bahasa Jawa = ‘jelek’), paling bandel, dan sangat tidak suka merawat diri jika dibandingkan saudara lainnya. Hobi berenang membuat kulit Martha tidak sehat, rambut yang panjang memerah semua, wajah pun tak karuan. Ibunya seringkali menegur mengingatkan Martha agar lebih peduli merawat diri. Apalagi Martha, yang kuliah mengambil Jurusan Sejarah IKIP Negeri Jakarta dan lulus tahun 1963, sebagai seorang guru diingatkan akan sering bertemu dan tampil di hadapan murid-murid. Dengan diantar Sang Ibu Martha Tilaar “dipaksa” mengikuti les tata kecantikan ke Titi Purwosoenoe. Yang menjadi unik, sejak saat itulah Martha mulai jatuh cinta terhadap kecantikan.
Martha Tilaar sesuai kodratnya sebagai perempuan dan istri dari Prof Dr. H.A.R. Tilaar mau berdiam di negeri Paman Sam mengikuti sang suami yang sedang menjalani tugas belajar. Kesempatan itu digunakannya untuk belajar kecantikan di Academy of Beauty Culture, Bloomington, Indiana, AS. Begitu lulus dari akademi kecantikan Martha segera membuka praktek salon kecantikan di negeri Paman Sam itu. Ia membuat selebaran semacam brosur sederhana, mempromosikan jasa layanan salonnya. Berbagai usaha promosi dilakukan seperti masuk ke kampus-kampus, mendatangi rumah-rumah mantan dosen untuk mendandani para istrinya. Begitu pula kepada mahasiswa-mahasiswa Indonesia, atau ibu-ibu yang mengikuti suaminya tugas di luar negeri. Martha juga menyempatkan diri melamar bekerja sebagai salesgirl produk kosmetika Avon. Setiap sore ia keluar masuk asrama mahasiswa dan mengetuk pintu untuk lalu berteriak lantang, “Avon Calling!”
Ketika kembali ke Indonesia Martha segera ingin membuka salon. Karena belum mempunyai rumah sendiri “Martha Salon” miliknya yang pertama menumpang di garasi rumah orangtuanya, di Jalan Kusuma Atmaja No. 47, Menteng, Jakarta Pusat di sebuah ruangan berukuran 6×4 meter. Martha Salon ia dirikan persis tanggal 3 Januari 1970. Martha Tilaar di tahun 1970-an itu masih bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa, sangat berbeda jauh dengan kondisi kekinian.
Martha Tilaar sesudah di puncak kesuksesan karir dan usaha ingin berbuat banyak kepada masyarakat. Ia tak tega merasakan ketika sedang berada di Yogyakarta menyaksikan langsung seorang ibu berusia muda menyusui anaknya kelihatan berwajah sudah seperti sangat tua. Beban persoalan hidup yang menghimpit ibu muda itu untuk harus bekerja keras menafkahi keluarga, telah menggerogoti kecantikan usia mudanya. Melihat itu Martha berpikir harus segera melakukan sesuatu. Lalu lahirlah konsep community trade, salah satu bentuk pengembangan masyarakat melalui industri kerajinan. Komunitas ini telah berhasil mengumpulkan 142 perajin di Sentolo, Yogyakarta bernama Prama Pratiwi Martha Gallery.
Martha melahirkan konsep community trade bersama rekannya Emmy Pratiwi, karena itu namanya disebut Prama Pratiwi Martha Gallery yang menyediakan segala fasilitas produksi industri kerajinan. Hasilnya sangat memuaskan. Ketekunan para perajin dan tekad mau berkembang membuat mereka cepat berhasil. Produk dari para perajin sebagian besar ditujukan untuk pasar ekspor ke Perancis, Australia, dan Amerika.
Martha juga mendirikan Yayasan Martha Tilaar. Ia mendidik banyak wanita dan ibu-ibu tentang kecantikan. Tujuannya agar mereka mengerti kecantikan sehingga bisa merawat diri. Namun yang terutama agar mereka mempunyai keterampilan tentang kecantikan, sesuatu yang pernah banyak menolong wanita di saat krisis multidimensi melanda bangsa termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan wanita maupun laki-laki di banyak perusahan lain. Bagi Martha Tilaar perempuan adalah pemersatu yang sangat besar perannya bagi keutuhan bangsa. Karena itu ia tak ingin perempuan terbelakang dalam soal pendidikan.
Bagi Martha di era modern seperti sekarang makna emansipasi bukan semata dimaknai untuk memperoleh persamaan hak dengan kaum pria. Melainkan jauh lebih besar dari itu berjuang demi memperoleh hak memilih dan menentukan nasib sendiri. “Sebenarnya yang perlu dituntut kaum perempuan, bukan hanya persamaan hak, tapi juga hak memilih dan menentukan nasib sendiri,” kata Martha Tilaar.

Strategi Pemasaran Martha Tilaar Group
Martha Tilaar Online Shop: Cara Belanja Cerdas
Melihat fenomena yang berkembang di dunia internet dan gadget, kini berbelanja secara online mulai dilirik banyak orang. Selain faktor kepraktisan dan keterbatasan waktu, ada penawaran khusus yang biasanya hanya bisa didapatkan secara online.

Martha Tilaar Shop Goes Online
Sebagai perusahaan kosmetik Indonesia yang selalu terdepan dalam hal inovasi, Martha Tilaar Group menyadari untuk terus memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh konsumen. Maka dari itu, sejak bulan Mei 2009, Martha Tilaar secara resmi membuka gerai online di www.marthatilaarshop.com.
Saat ini memang baru tersedia penjualan 5 brands dari Martha Tilaar Group yaitu: Sariayu, Caring Colours, Biokos, Dewi Sri Spa dan PAC. “Untuk awal ini kami ingin melihat respon dari konsumen dengan mengeluarkan produk secara paket. Tapi tidak menutup kemungkinan ke depannya, kami akan menambah jumlah variant dari masing-masing brand,” ujar Samuel Pranata – Marketing Director Martha Tilaar Group. Beliau juga menambahkan bahwa bisnis kosmetik secara online merupakan sebuah peluang baru yang cukup menjanjikan dan menjadi salah satu stepping stone menjadikan brand lokal lebih dikenal secara global.
Metode 4P: Pemesanan, Pembayaran & Pengiriman yang Praktis
Berbelanja di Martha Tilaar Online Shop (MTOS) memiliki beberapa keuntungan. Mulai dari metode pemesanan, registrasi pembeli hingga sistem pembayaran yang mudah (lewat transfer bank). Istimewanya lagi biaya pengiriman yang gratis hingga ke depan rumah konsumen plus mendapatkan hadiah khusus di setiap pembelian paket. Bahkan di awal bulan pertama, konsumen yang beruntung berkesempatan untuk mendapatkan hadiah berupa 1 buah Blackberry bagi yang memberikan testimonial terbaik.

“Kami selalu berusaha memberikan layanan yang terbaik bagi para konsumen produk Martha Tilaar Group, paket dan produk yang dibeli secara online akan kami usahakan sampai dalam kurun waktu maksimal 3 hari kerja sejak proses konfirmasi pembayaran telah diterima,” jelas Erlisativani – Corporate Communication Manager Martha Tilaar Group.

Launching MTOS
Peresmian Martha Tilaar Online Shop ini diadakan di FAB Cafe, 3 Juni 2009 dengan sebuah sesi mini talkshow, mengundang Fira Basuki – editor in chief Majalah Cosmopolitan Indonesia sebagai moderator dan dua narasumber yaitu Yoris Sebastian – chief creative officer OMG Consulting yang membahas mengenai fenomena berbelanja secara online serta Kartika Indah Pelapory – Runner Up Miss Indonesia 2008 yang berbagi pengalamannya berbelanja secara online.

Besar harapan kami supaya Martha Tilaar Online Shop ini bisa menjadi pilihan berbelanja yang paling praktis bagi seluruh konsumen. Terima kasih kepada media partner yang mendukung acara ini yaitu: www.detikhot.com, www.okezone.com, Majalah Time Out dan Tabloid Nova.
Erlisativani
Corporate Communication Manager
Martha Tilaar Group
email: esativani@martinaberto.co.id
No Hp: 021-93862177
www.marthatilaarshop.com


Untuk mendongkrak penjualan produk-produknya, Martha Tilaar Group menggalakkan program trade marketing. Dalam dua tahun, penjualannya meningkat 50%.
Waktu menunjukkan pukul 10.30 WIB. Meski matahari telah memancarkan sinarnya secara sempurna, belum bisa mengusir hawa dingin di wilayah Badaling, salah satu pintu masuk Tembok Besar (Great Wall) Cina. Suhu udara menunjuk pada angka -2 derajat Celsius. Dingin sekali. Dan kian terasa menusuk tulang, karena angin berembus kencang, entah berapa knot.


Toh, semua itu tidak mengurangi semangat Noor Liesnani Pamella mendaki bangunan yang menjadi salah satu keajaiban dunia itu. Bersama putranya, Wildan, pemilik Pamella Swalayan, Yogyakarta ini juga berkesempatan mengunjungi berbagai objek wisata lain di seputar Kota Beijing, serta menikmati keindahan lampu Kota Hong Kong. Noor menjadi bagian dari rombongan yang berjumlah 160-an orang dalam tur yang bertema Martha Tilaar Passion of Beauty (MTPOB) China 2008, yang diselenggarakan oleh produsen kosmetik, Martha Tilaar Group (MTG).
MTPOB merupakan salah satu langkah yang diambil oleh MTG untuk mendongkrak penjualan produk-produknya. Program ini diberikan kepada channel distribusi yang berkinerja baik. “Paling tidak mereka yang berangkat bisa mencapai pertumbuhan penjualan sebesar 25%,” ungkap Harianto Prasetia, Direktur MTG, sambil menyebut bahwa program ini sudah memasuki penyelenggaraan yang kedua kalinya. Tahun lalu, MTG juga memberangkatkan rombongan serupa ke Thailand.
Harianto menjelaskan, rombongan yang berangkat ke Cina ini merupakan kelompok gerai modern lokal, yaitu gerai modern yang masih dikelola secara perorangan. MTG sendiri membagi channel distribusinya dalam beberapa kelompok: key account outlet, seperti Carrefour, Alfamart, Indomaret, dan lain-lain; kelompok gerai modern lokal, seperti Pamella Swalayan di Yogyakarta, Ada Group, Rita Group, dan sebagainya; serta kelompok gerai tradisional. “Setiap channel diperlakukan secara berbeda dan memiliki program yang berbeda pula,” ujarnya.
Bryan Tilaar, Deputi Head Divisi Komersial MTG menambahkan, khusus untuk key account outlet, MTG tidak menawarkan insentif tur. Pasalnya, untuk jenis gerai ini MTG lebih banyak berhubungan dengan para profesional, bukan dengan pemilik gerai. Jadi, untuk jenis gerai ini, MTG hanya menawarkan program diskon. Namun, untuk gerai tradisional dan juga modern lokal, perusahaan kosmetik yang sudah berusia 37 tahun ini menawarkan program insentif tur bagi gerai yang berhasil mencapai target yang diberikan. “Bulan lalu (Oktober 2007 – Red.), kami baru berangkat ke Shanghai bersama rombongan gerai tradisional,” ujarnya.
Dijelaskan Bryan, meskipun jenis insentifnya sama, MTG tidak ingin menggabungkan antara kelompok gerai tradisional dengan kelompok modern lokal. “Tipikal orangnya sangat berbeda, jadi tetap harus dipisahkan,” katanya.
Harianto menyebutkan, program MTPOB bukan insentif belaka. Lebih dari itu, lewat program ini, MTG ingin menjalin hubungan yang lebih erat dengan para mitra kerjanya. Maka, MTG tidak memperbolehkan mitranya untuk menukar insentif tur ini dengan uang atau menjualnya kepada orang lain. “Yang masih masuk toleransi kami adalah jika yang berangkat masih memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan si pemilik gerai, atau bisa juga karyawan gerai itu. Tujuan tur ini bukan sekadar jalan-jalan, melainkan untuk menjalin relationship,” papar Harianto. Untuk itu, selain membawa jajaran manajemen yang cukup lengkap, MTG membawa pula para manajer area dalam program ini. “Bahkan sampai bagian keuangan kami ikutkan dalam tur ini. Tujuannya agar mereka dapat saling kenal dan lebih akrab,” tambahnya.
Tidak hanya itu, sepanjang penyelenggaraan acara, pihak MTG juga memberikan pelayanan “kelas satu” kepada para mitranya. Mulai dari penginapan di hotel bintang lima, menikmati makan siang dan malam di restoran terbaik di tempat yang dikunjungi, hingga mendatangkan tamu-tamu istimewa, seperti Miss Indonesia 2007, Kamidia Radisti. “Banyak perusahaan yang juga memberikan hadiah tur, tapi tidak ada yang memberi pelayanan seperti MTG,” ungkap Noor. “Tahun lalu di Thailand, pelayanan yang diberikan juga sangat memuaskan,” tambah pemilik 7 gerai swalayan di Yogyakarta ini.
Yohan Kristanto, Direktur Laris Department Store sependapat dengan Noor. Dia mengatakan, hampir semua produk menawarkan program insentif yang sejenis dengan yang ditawarkan MTG. Bahkan, ada beberapa produsen yang memperbolehkan untuk menukar insentifnya dengan uang. “Sebenarnya dengan ikut tur seperti ini kan kami malah jadi mengeluarkan uang (untuk oleh-oleh dan belanja – Red.), tapi program ini sangat baik untuk melepas lelah dan penat karena bekerja,” ujar pemilik 6 gerai di wilayah Jawa Tengah ini.
Harianto menambahkan, pelayanan “kelas satu” yang diberikan, tak lain karena MTG menganggap para mitranya ini sebagai bagian yang sangat penting bagi kelangsungan bisnis MTG. Terlebih, gerai modern. “Perilaku belanja konsumen sudah mulai bergeser ke gerai modern. Jadi, ke depan peran gerai modern akan semakin penting,” katanya.
Tidak hanya sebatas pelayanan, dalam farewell party yang digelar pada malam sebelum rombongan kembali ke Tanah Air, MTG memberikan pula penawaran istimewa kepada para mitranya itu, yaitu berupa diskon dan bonus bagi mereka yang melakukan pemesanan produk pada saat itu juga. “Ini salah satu bentuk apresiasi kami. Jadi mereka tidak hanya liburan, tapi juga memperoleh keuntungan bisnis,” ujar Harianto.
Sejak tahun lalu, lanjut Harianto, MTG berusaha untuk lebih fokus dalam menggelar program trade marketing. Untuk itu, sejak November 2006, MTG secara resmi memecah divisi pemasarannya menjadi dua, yaitu: divisi pemasaran yang bertanggung jawab terhadap program branding; dan divisi komersial yang bertanggung jawab terhadap program trade marketing. “Tadinya aktivitas trade marketing dikelola oleh brand. Jadi setiap brand memiliki program trade marketing yang berbeda,” Harianto menerangkan.
Lewat pemisahan divisi ini, diharapkan aktivitas trade marketing yang digelar MTG akan lebih terarah, dan setiap brand dapat mencapai pertumbuhan penjualan secara bersama-sama. Harianto menyebutkan, sebelumnya MTG juga sudah memberikan fasilitas berupa insentif tur. Hanya saja, program itu diberikan berdasarkan penjualan masing-masing merek. “Jadi ada tur Sari Ayu, ada tur Biokos, dan lain-lain. Juga, dulu mereka hanya berangkat dengan biro travel, tanpa manajemen MTG,” ungkapnya.
Dijelaskan Harianto, program MTPOB sudah dirancang hingga tahun 2010: tahun 2009, MTG akan membawa para mitranya ke Sydney, Australia, dengan menumpang pesawat termewah, Airbus A380; dan tahun 2010 rombongan akan dibawa untuk mengunjungi Afrika Selatan. Tidak berhenti sampai di situ, bagi gerai yang berhasil mengikuti keseluruhan program MTPOB (dari Thailand sampai Afrika Selatan – Red.), masih ada hadiah grand prize berupa tur ke Jepang, Eropa dan Amerika Serikat. Itu semua sudah diumumkan kepada setiap gerai setelah penyelenggaraan MTPOB pertama di Thailand.
Langkah ini ternyata cukup efektif. Yohan menyebutkan, adanya janji insentif secara jangka panjang itu membuatnya semakin terpacu untuk terus bisa mencapai target yang dibebankan oleh pihak MTG. “Tapi ada syaratnya, selain harus memberi dukungan yang selama ini sudah berjalan cukup baik, MTG juga harus terus konsisten melakukan aktivitas branding. Iklannya jangan berhenti, karena kalau berhenti penjualannya langsung macet,” ungkapnya.
Ungkapan Yohan ditanggapi secara positif oleh Martha Tilaar, Chairman MTG. Dia mengatakan, MTG akan terus konsisten dalam pengembangan merek. Selain itu, pihaknya juga akan terus berupaya mengangkat citra produk-produk MTG ke level yang lebih tinggi, salah satunya dengan tetap konsisten meluncurkan tren warna kosmetik yang tahun ini sudah memasuki tahun yang ke-22. “Tren warna ini bisa mengangkat citra MTG sebagai trend-setter industri kosmetik nasional,” ujarnya.
Harianto mengatakan, selama empat tahun penyelenggaraan program MTPOB, diharapkan penjualan produk MTG, khususnya di gerai modern lokal dapat tumbuh minimum 100%. Saat ini, untuk bisa menikmati fasilitas insentif tur, gerai harus bisa meningkatkan penjualan produk MTG minimum 25%. “Kami tidak menghitung target berdasarkan nilai rupiahnya, tapi lebih pada pertumbuhan penjualannya. Itu pun besarannya sangat variatif, yaitu 25%-50%,” Harianto menguraikan.
Target pertumbuhan penjualan yang ditetapkan pihak MTG boleh dibilang cukup tinggi. “Awalnya saya sempat protes. Mereka niat mengajak jalan-jalan ke Cina atau tidak? Karena targetnya naik tinggi sekali,” ujar Noor sambil menyebut bahwa di hampir semua gerainya ditargetkan penjualan produk MTG dapat tumbuh hingga 50%.
Kendati demikian, MTG tidak sekadar memberi target tanpa memberi dukungan kepada para mitranya. “Kami sudah punya program yang komprehensif untuk setiap gerai,” ujar Harianto seraya menambahkan, secara berkala MTG menggelar berbagai aktivitas promosi di gerai para mitranya, mulai dari pemberian diskon dan hadiah bagi konsumen, hingga menggelar Beauty Fair di gerai itu. Juga, MTG memberi fasilitas berupa beauty assistant di beberapa gerai yang tergolong cukup besar. Khusus untuk gerai yang penjualannya agak mandek, MTG akan menurunkan “tim elite” MT Fighting Beauty Spirit, yang bertugas melakukan penjualan kepada konsumen. Tidak hanya itu, setiap kali meluncurkan produk baru, MTG akan menggelar MT Beauty Innovation Festival di gerai para mitranya.
Harianto menerangkan, meski manajemen MTG sudah merancang program bagi setiap gerai, tidak tertutup kemungkinan bagi pemilik gerai mengambil inisiatif menggelar program promosi di gerainya. “Kami akan memberi dukungan,” kata Harianto menjanjikan.
Tidak sedikit dana yang dikeluarkan MTG untuk program trade marketing ini. Walau begitu, menurut Harianto, itu tidak mengurangi margin yang diperoleh MTG. “Kami punya bujet tersendiri, dan itu cukup besar. Bahkan jika dibanding pemasaran, bujetnya hampir 50:50,” ungkapnya tanpa bersedia menyebut besarannya.
MTG juga sudah mengantisipasi adanya penumpukan stok. Karena itu, pihak MTG tetap menghitung penjualan setiap gerai secara terpisah, walaupun beberapa gerai merupakan bagian dari grup tertentu. “Kami memonitor di setiap gerai, bukan berdasarkan grupnya,” ujar Harianto. Hal ini untuk menghindari terjadinya pertumbuhan semu, yaitu hanya sebatas selling in. “Karena itu, deal dilakukan di setiap gerai secara terpisah, bukan di kantor pusat mereka,” tambahnya.
Selain merangsang gerai untuk meningkatkan penjualannya, MTG pun mengadakan “kontes” bagi para manajer areanya, di mana setiap manajer area juga dibebani dengan target pertumbuhan di wilayahnya. Saat ini, MTG membagi wilayah Indonesia dalam 16 area, sesuai dengan jumlah kantor cabang MTG. “Mereka yang bisa mencapai target pertumbuhan di wilayahnya juga ikut serta dalam insentif tur ini,” kata Harianto.
Pengamat pemasaran yang juga konsultan MarkPlus & Co., Yuswohadi, menyebutkan bahwa langkah yang dilakukan MTG ini bukanlah sebuah terobosan baru. Hampir semua produsen melakukan hal yang sama. “Mungkin yang sedikit membedakan adalah MTG membawa sentuhan emosional dengan melibatkan timnya dalam pelesiran itu,” ujarnya. Cara ini menurutnya cukup efektif, tetapi sifatnya hanya untuk jangka pendek. Selain itu, Siwo – sapaan akrab Yuswohadi – menyebutkan bahwa program seperti ini sangat mudah ditiru oleh pemain lain. “Tinggal uangnya ada tidak,” katanya.
Seharusnya, tambah Siwo, MTG menggelar program yang lebih fundamental, misalnya dengan memberi pelatihan pada gerai agar bisa memberi pelayanan yang lebih baik kepada pelanggannya, sehingga bisa meningkatkan omset secara keseluruhan di gerai itu. Atau, program lain yang bisa memajukan gerai secara keseluruhan, bukan hanya produk MTG. “Jika berhasil, tingkat ‘utang budinya’ jauh lebih tinggi. Pastinya, gerai juga akan lebih memerhatikan produk MTG,” tuturnya.
Meski sepakat bahwa program ini sangat mudah ditiru oleh pemain lain, Harianto menyebutkan bahwa program yang digelar oleh MTG punya diferensiasi yang cukup jelas dibanding program yang digelar oleh pemain lain. “Banyak perusahaan melakukan program yang sama, tapi jarang ada perusahaan yang membawa jajaran manajemennya sedemikian banyak dalam program seperti ini,” ia berujar.
Sejauh ini, ia merasa cukup puas dengan hasil yang diraih dari program MTPOB. “Setidaknya hingga saat ini bisnis kami sudah mengalami pertumbuhan minimum 50%,” ungkapnya. Karena itu, MTG masih akan terus melanjutkan program ini, setidaknya hingga tahun 2010. “Setelah program ini berakhir, tunggu kejutan berikutnya dari kami,” kata Harianto.
Sebagai bukti, Harianto menyebutkan bahwa sebagian besar peserta yang mengikuti MTPOB China 2008 adalah juga peserta MTPOB Thailand 2007. “Paling tidak 80% gerai kami sudah bisa mencapai pertumbuhan penjualan seperti yang kami harapkan,” ucapnya.
Kendati hingga saat ini hasil yang diraih MTG cukup baik, Siwo mengingatkan bahwa MTG tidak bisa menjadikan program ini sebagai satu-satunya senjata utamanya. “Peningkatan kompetensi gerai tetap harus menjadi perhatian utama, karena gerailah yang paling mengerti karakter konsumen di wilayahnya,” kata Siwo.
Karena itu, ia menyarankan manajemen MTG untuk memadukan pula program ini dengan program peningkatan kompetensi gerai. “Memberi pelatihan itu tidak mudah dan tidak singkat waktunya. Dan itu akan sulit ditiru oleh pemain lain.”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar